“Djarum Group” Produk lokal yang mendunia

SEJARAH PT Djarum

PT Djarum adalah sebuah perusahaan konglomerat yang merupakan perusahaan rokok terbesar keempat di Indonesia yang berkantor pusat di Kudus, Jawa Tengah. PT Djarum merupakan induk dari Djarum Group yang membawahi banyak bisnis. Bisnis tersebut dikelola oleh keluarga Hartono, yang generasi pertamanya adalah Oei Wie Gwan. Di luar bisnis rokok kretek, Djarum Group juga memiliki unit bisnis lain seperti perbankan (BCA), elektronika (Polytron), perkebunan (HPI AGRO), permusikan (lisensi dari 88rising), akomodasi (Padma Hotels and Resorts), pusat perbelanjaan (Grand Indonesia dan Margo City), ritel (Supra Boga Lestari), lokapasar (Blibli), pariwisata (tiket.com), media komunikasi (Mola), makanan dan minuman (Savoria, Global Dairi Alami, dan Sumber Kopi Prima). Baru-baru ini, Djarum juga mengakuisisi saham Como 1907, Ranch Market dan 5 Days Croissant.

Pembelian saham N.V. Murup dan PT Djarum

Pada tahun 1951, Oei Wie Gwan, seorang pengusaha Tionghoa-Indonesia, membeli perusahaan rokok NV Murup yang hampir gulung tikar di Kudus, Jawa Tengah. Perusahaan tersebut memiliki merek Djarum Gramofon. Dia menyingkat merek tersebut menjadi Djarum.

Perusahaan ini hampir punah ketika kebakaran besar menghancurkan pabrik perusahaan pada tahun 1963, diikuti oleh kematian Oei Wie Gwan. Anaknya, Budi dan Bambang Hartono, akhirnya mengambil kesempatan untuk membangun perusahaan kembali.

Awalnya, produk Djarum adalah rokok kretek lintingan tangan dan rokok kretek lintingan mesin Kedua produk itu sangat populer dan diproduksi dalam jumlah besar. Rokok kretek lintingan tangan klasik terus dilakukan oleh Djarum menggunakan metode kuno yang dikerjakan secara manual oleh buruh terampil. Sementara rokok kretek lintingan mesin diperkenalkan pada awal tahun 1970, diproduksi secara otomatis menggunakan mesin berteknologi tinggi

Pada pertengahan tahun 1970an , Djarum secara resmi mendirikan Research and Development center untuk mengembangkan produk rokoknya , di tengah besarnya pasar domestik untuk rokok kretek indonesia . pada tahun 1972 Djarum mulai mengekspor kretek lintingan tangan dan lintingan mesin ke pengecer tembakau di seluruh dunia, yaitu ke Republik Rakyat Tiongkok, Korea, Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat. Produk yang sukses di pasar internasional adalah Djarum Super yang dipasarkan pada tahun 1981, dan diikuti dengan produk Djarum Special yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Amerika Serikat 

Saat ini , Budi dan Michael Hartono adalah orang terkaya nomor satu di indonesia menurut Forbes

Bisnis di luar PT Djarum

Setelah krisis finansial Asia tahun 1997, perusahaan ini menjadi bagian dari konsorsium yang membeli Bank Central Asia (BCA) dari BPPN.BCA merupakan bank swasta terbesar di Indonesia dan sebelumnya merupakan bagian dari Grup Salim. Saat ini saham mayoritas bank (51%) dikendalikan oleh Djarum.

Pada tahun 2004 Djarum Group mengakuisisi kontrak BOT selama 30 tahun dari pemerintah untuk mengembangkan dan renovasi Hotel Indonesia di Jakarta di bawah proyek superblok Grand Indonesia.

Di luar bisnis rokok, keluarga Hartono juga memiliki bisnis lain. Pertama, perkebunan dan hutan tanaman industri di bawah PT Hartono Plantation Indonesia. Perusahaan ini membuka lahan seluas 30.000 hektar kebun kelapa sawit di Kalimantan Barat, yang kedepannya akan bertambah menjadi 50.000 hektar. Hutan tanaman industri kayu berada di Kalimantan Timur seluas 20.000 hektar. Kedua, perdagangan elektronik dengan brand Blibli.com dan agen perjalanan, Tiket.com. Ketiga, perusahaan elektronik PT Hartono Istana Teknologi dengan mengusung brand Polytron. Perusahaan ini memproduksi alat elektronik konsumen seperti televisi, kulkas, AC, dan telepon seluler

Kisah Inspiratif Top Family business di Indonesia : Robert Budi Hartono 

Siapa yang tidak kenal dengan Hartono Bersaudara (Robert Budi Hartono)

Berkat perjuangan dan kegigihan , usaha bisnis dan bisnis mereka bisa sukses besar 

Bahkan, dalam beberapa tahun belakangan ini, duo bersaudara itu menjadi orang terkaya se-Indonesia.

Forbes mencatat, di tengah tekanan ekonomi akibat penyebaran virus corona, kekayaan mereka masih bisa mencapai US$38,8 miliar pada 2020 lalu. Kalau dirupiahkan, nilai kekayaan itu mencapai Rp566,005 triliun (Kurs Rp14.587 per dolar AS).

Bagaimana tidak disebut inspiratif? 11 tahun, Hartono Bersaudara selalu nangkring menjadi orang terkaya urutan atas di Indonesia, bahkan hingga menjadi keluarga terkaya ke-4 di Asia.

Berikut urutan 10 orang terkaya di Indonesia 2023 versi Forbes Real Time Billionaires:

  1. Robert Budi Hartono – Rp392,9 T
  2. Michael Bambang Hartono – Rp376,3 T
  3. Low Tuck Kwong – Rp331,1 T
  4. Sri Prakash Lohia – 108,3 T
  5. Prajogo Pangestu – Rp87,3 T
  6. Chairul Tanjung – Rp75,2 T
  7. Tahir dan Keluarga – Rp66,2 T
  8. Lim Hariyanto Wijaya Sarwono – Rp63,2 T
  9. Djoko Susanto – Rp60,2 T
  10. Dewi Kam – RP54,1 T 

Profil Robert Budi Hartono & Michael Bambang Hartono

Robert Budi Hartono

  • Nama Asli: Oei Hwie Tjhong
  • Tanggal Lahir: Semarang, 28 April 1941
  • Orang tua: Oei Wie Gwan, Goei Tjoe Nio (Meninggal pada 1963)
  • Istri: Widowati Hartono
  • Pendidikan: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro

Michael Bambang Hartono

  • Nama Asli: Oei Hwie Siang
  • Tanggal Lahir: Semarang, 2 Oktober 1939
  • Orang tua: Oei Wie Gwan, Oei Tjoe Nio (Meninggal pada 1963)

Sebelum Mendirikan sebuah Pabrik Rokok

Oei Wie Gwan merupakan seorang turunan Tionghoa yang berdomisili di Kota Rembang.

Sebelum bergelut di dunia kretek, Oei adalah pegiat mercon. Sejak tahun 1930-an pabrik merconnya sangat tersohor, produknya dipasarkan hampir di seluruh tanah Jawa dengan merk “Leo”.

Seperti yang dilansir oleh Tirto.id, Rabu (4/9/18), dalam catatan Jongkie Tio di buku Kota Semarang Dalam Kenangan (2000:60), mercon cap Leo dikirim juga ke luar negeri, bahkan mereknya masih dipakai meski pabriknya sudah tutup.

Namun, perjalanan bisnisnya itu tak mulus, bisnis merconnya bangkrut setelah meledak.

Harian Bataviaasch Nieuwsblad kala itu (28/1/1938) memberitakan peristiwa ini:

“Pabrik kembang api Oei Wie Gwan di Rembang terbang ke udara sepuluh menit sebelum jam dua siang. Lima pekerja pabrik tewas seketika, 22 luka berat dan 14 luka ringan. Dari yang terluka berat, sembilan orang tewas di rumah sakit.”

Tapi hidup tak berhenti begitu saja, itulah prinsip Oei. Susah senang harus tetap berbisnis, dalam keadaan apapun otak harus tetap berputar mencari celah untuk mengembangkan potensi usaha.

Alhasil, Oei mulai menata kembali hidupnya, saat itu kebetulan Indonesia telah merdeka dan bebas dari penjajahan kolonial.

Pada tahun 1951, ia membeli sebuah pabrik rokok kretek kecil di Kudus. Setelah bisnis merconnya runtuh, Oei mencoba peruntungan di bisnis rokok, barang yang sama-sama harus dibakar. 

Mengembangkan Bisnis Rokok Djarum Milik Sang Ayah 

Robert Budi Hartono mulai terjun ke dunia bisnis,ketika ayahnya Oei Eiw Gwan membeli usaha kecil di bidang gramofon cengkeh yang hampir bangkrut, bernama NV Murup. Lalu, perusahaan tersebut berganti nama menjadi Djarum pada tahun 1951, dan ternyata sukses di pasaran.

Tidak berjalan mulus, perusahaan tersebut hampir lenyap akibat kebakaran, tepatnya pada tahun 1963. Tidak putus asa, ia dan sang ayah pun membangun kembali perusahaan tersebut, hingga memodernisasi peralatan pabrik mereka.

Di tahun yang sama, yakni pada 1963, sang ayah yakni Oei Wie Gwan meninggal dunia. Sehingga, bisnis Djarum diwariskan ke kedua anaknya, yakni ke Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono.

Ekspor PT Djarum Ke Luar Negeri 

Setelah hampir putus asa, mereka mulai mengekspor produknya ke luar negeri. Selang beberapa tahun, yakni pada 1975 mereka memproduksi dan memperkenalkan produk rokok Djarum Filter, dan tahun 1981 mengeluarkan merek rokok Djarum Super. Djarum kini menjadi perusahaan rokok terbesar di Indonesia, bahkan sampai berhasil memiliki lebih dari 75 ribu karyawan.

Tak puas di Bisnis PT Djarum, Duo Hartono Ekspansi ke perbankan

Setelah usaha pabrik rokok PT Djarum berjalan dengan stabil, Hartono bersaudara menapakkan kaki mereka di dunia perbankan. Hal ini tentu sangat menjadi perhatian banyak orang. Pasalnya saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis moneter.

Menurut Borsuk dan Chang, Djarum membeli saham Bank Central Asia (BCA) yang sebelumnya dimiliki Liem Sioe Liong.

BCA merupakan salah satu bank yang diambil alih pemerintah setelah dihantam krisis. Setelah beberapa tahun “dirawat” pemerintah, BCA kemudian dilepas lagi.

Michael Bambang Hartono Bersama PT Djarum menguasai BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan, dengan saham lebih dari 50 persen.

Tak cukup di perbankan, Djarum juga menguasai Global Digital International (GDI), sebuah perusahaan yang memiliki media daring bernama Kumparan.

Hartono bersaudara pun melebarkan bisnis di bidang perhotelan, menurut Deddy Pakpahan dalam Potret Industri Properti Nasional, 1997-2003 (2004:292), lewat PT Cipta Karya Bumi Indah memiliki saham di Hotel Indonesia Kempinski (Eks Hotel Indonesia).

Selain itu, Djarum cukup sukses memasarkan superblok dan pusat grosir WTC Mangga Dua.

Djarumnbsp Foundation

Sebagai bukti pedulinya kepada masyarakat, melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) hingga saat ini Djarum banyak memberikan beasiswa ke berbagai tingkatan pendidikan.

Di bidang olahraga, Djarum dikenal pula dengan bulutangkisnya. Anak Oei Wie Gwan sudah aktif memajukan bulu tangkis sejak 1970-an.

Liem Swie King, dalam autobiografinya, Panggil Aku King (2009:27), mengaku dirinya diajak salah satu anggota keluarga Hartono untuk latihan bulutangkis di klub Djarum Kudus.

Turut Andil Mengharumkan Indonesia Di Asian Games 2018

Tak hanya dalam sektor bisnis, Michael Bambang Hartono juga belum lama ini berkontribusi dalam sektor olahraga.

Di usianya yang sudah tidak lagi “hijau”, namun semangatnya masih berjiwa muda.

Nama Michael belakangan ini kembali mencuat di publik setelah memenangkan medali perunggu di cabang olahraga bridge di Asian Games 2018

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *